Rabu, 22 Maret 2017

PERBEDAAN KURIKULUM ANTARA INDONESIA DAN JEPANG



PERBEDAAN KURIKULUM ANTARA INDONESIA DAN JEPANG

A.    Sistem Pendidikan Di Indonesia
Berbicara soal pendidikan, didalamnya tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab pemerintah terhadap peningkatan kualitas SDM di indonesia. Termasuk juga peranan masyarakat sebagai pelaku utama pendidikan. Kesadaran masyarakat bahwa pendidikan bukan sekedar formalitas belaka namun mengerti dan memahami dengan benar bagaimana berinvestasi pada pendidikan. Peranan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan pendidikan tidak akan maksimal tanpa partisipasi masyarakat didalamnya, mengingat adanya pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat untuk investasi didunia kerja (bekerja atau lainnya) daripada investasi pendidikan. Mungkin masih dapat diterima jika mengacu pada masyarakat yang kurang mampu. Education In Indonesia, Sistem Pendidikan Di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia adalah tanggung jawab dari  Departemen Pendidikan Nasional Indonesia , sebelumnya adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia yang di programkan oleh pemerintah adalah semua warga negara harus melakukan setidaknya sembilan tahun pendidikan wajib, di mulai enam tahun pada tingkat SD dan selanjutnya tiga tahun di bangku SMP. Pendidikan sendiri telah didefinisikan sebagai sebuah upaya yang direncanakan untuk mendirikan suatu lingkungan belajar dan proses kegiatan pendidikan sehingga siswa secara aktif dapat mengembangkan / potensi nya yang ada pada dirinya sendiri untuk mendapatkan tingkat religius dan spiritual, kesadaran, kepribadian, kecerdasan, perilaku dan kreativitas untuk dirinya sendiri, lainnya warga negara dan untuk bangsa.
Konstitusi juga telah  mencatat kalau pendidikan di Indonesiasecara garis besar telah dibagi menjadi dua bagian yaitu pendidikan formal dan non-formal. Selanjutnya pendidikan formal juga masih dibagi lagi menjadi tiga level yaitu, tingkat primer, sekunder dan pendidikan tinggi. Sekolah-sekolah yang ada di Indonesia dijalankan baik oleh pemerintah (Negeri) atau pribadi (Swasta). Beberapa sekolah dari swasta menyebut diri mereka sebagai "sekolah nasional plus" yang berarti bahwa mereka melampaui ketentuan minimum pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan penggunaan kurikulum bahasa Inggris atau internasional di samping kurikulum nasional.
Banyak sudah saran dan kritik untuk mengatasi persoalan pada sistem pendidikan Indonesia. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, topik-topik tersebut mengalami ketidakpastian dalam pengaplikasiannya. Tampaknya hanya berputar-putar dalam lingkaran dan maju secara perlahan jika kata “kemandekan” atau “kegagalan” terlalu vulgar untuk diutarakan. Pemerintah dan organisasi pendidikan di indonesia terlalu sibuk dengan sistem informasi manageman, analisis finansial, angka kelulusan dan data-data kuantitatif lainnya sehingga terpisah jauh dari jantung pendidikan itu sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir ini. Devaluasi standart kualitas pendidikan tidak hanya melanda organisasi pendidikan saja, tetapi telah merusak sistem pendidikan Indonesia.
Bukti nyata dari gejala-gejala ketidakefektifan pendidikan di indonesia adalah banyaknya penggangguran di indonesia termasuk “produk-produk gagal” bertitle S1 meskipun hal ini tidak terlepas dari dampak krisis ekonomi dunia tapi setidaknya indikasi bahwa produk pendidikan kita belum siap berhadapan dengan kerasnya globalisasi dan persaingan didunia luar. Data statistik yang banyak dilansir media-media yang beredar memang menyebutkan bahwa tingkat penggangguran di indonesia telah mengalami penurunan, dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi indonesia yang semakin membaik. Tapi realita di lapangan masih menyisakan keprihatinan tersendiri. Bagaimana tidak, masih banyak pekerjaan yang tidak layak disebut pekerjaan seperti pemecah batu, penambang pasir hingga pekerja seks yang mengkomersilkan diri (mungkin hal semacam ini dimasukan oleh organisasi-organisasi yang melakukan survey sehingga data statistik pertumbuhan ekonomi kita mengalami peningkatan) meskipun variabel-variabel tersebut tidak dapat dipakai sebagai patokan utama penilaian keberhasilan atau kegagalan pendidikan di indonesia. Dan jika masyarakat masih banyak yang hidup dalam kemiskinan, bias dengan mudah menyimpulkan bahwa pendidikan kita mengalami kegagalan. Yang jelas kualitas pendidikan Indonesia akan selalu menjadi tanda tanya besar di masa yang akan datang.
Sistem pendidikan saat ini seperti lingkaran setan, jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu UN karena yang mengetahui karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut betul sekali, namun pada kenyataannya di lapangan, sering kali nilai raport yang dimanipulasi, jarang bahkan mungkin tidak ada guru yang tidak memanipulasi nilainya dengan berbagai macam alasan, kasihan siswanya, supaya terlihat guru tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4 atau 5 di raport dan lain sebagainya. Mengapa guru bersikap demikian, mengapa nilai siswa-siswa banyak yang belum tuntas, salahkah guru?? Jawabannya bisa ya bisa tidak, bisa ya karena mungkin guru tersebut tidak memiliki kompetensi mengajar yang memadai, bisa tidak, karena sistem pendidikan Indonesia mengharuskan siswa mempelajari bidang studi yang terlalu banyak. Rata-rata bidang studi yang harus mereka pelajari selama satu tahun pelajaran adalah 16 bidang studi, dengan materi untuk tiap bidang studi juga banyak, abstrak dan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.
Sistem pendidikan Indonesia terlalu memaksa anak untuk dapat menguasai sekian banyak bidang studi dengan materi yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat anak merasa tertekan/stress yang dampaknya membuat mereka suka bolos, bosan sekolah, tawuran, mencontek, dan lain-lain. Yang pada akhirnya mereka tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik, nilai mereka kurang padahal sudah dilakukan remidi, dan supaya dianggap bisa mengajar atau karena tidak boleh ada nilai kurang atau karena kasihan beban pelajaran siswa terlalu banyak, kemudian guru melakukan manipulasi nilai raport. Nilai raport inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh beasiswa atau melanjutkan kuliah atau ikut PMDK dan lain sebagainya. Tahukah siswa akan kenyataan pahit ini? Lalu apakah UN solusi untuk melihat kemampuan siswa? Bukan, karena UN tidak adil, bahwa kemampuan siswa tidak dapat distandardisasi.
Jika memang tetap sekolah yang akan dijadikan satu-satunya alat untuk mencerdaskan seseorang, maka sistem pendidikan Indonesia harus diubah, tidak boleh memaksakan siswa, kurikulum disesuaikan dengan kompetensi dasar masing-masing siswa, bidang studi yang diajarkan tidak terlalu banyak dan materi untuk tiap bidang studi disesuaikan dengan perkembangan siswa. Ubo rampe yang lain seperti fasilitas pendidikan dan kesejahteraan guru mestinya ikut ditingkatkan. Subsidi pendidikan diperbesar, pungutan dan pemotongan dana dan lain-lain dihapuskan.
Bagi siswa yang berani mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan sekolahnya, yang menyadari bahwa UN bukan segala-galanya, yang menyadari bahwa belajar bisa dimana saja sesuai dengan keinginan, minat dan kebutuhannya, salut buat mereka, percayalah gelar bukan jaminan keberhasilan seseorang. Banyak sarjana menganggur, belum menyadari apa keinginan dan minat mereka, karena selama ini disadari atau tidak mereka telah dijadikan robot sistem pendidikan Indonesia.



B.     KURIKULUM INDONESIA
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia belum memenuhi satandar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang sedang dalam tahap perencanaan dan saat ini sedang dalam proses pelaksanaan  oleh pemerintah, karena ini merupakan perubahan dari struktur kurikulum KTSP. Perubahan ini dilakukan karena banyaknnya masalah dan salah satu upaya untuk memperbaiki kurikulum yang kurang tepat. Kurikulum 2013 yang akan dijalankan secara terbatas mulai Juli 2013 yaitu berkaitan dengan perencanaan pembelajaran. Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pada kurikulum 2013, siswa diharapkan mampu berkomunikasi lebih aktif didalam kelas, contohnya dengan banyak bertanya kepada guru, berdiskusi, dan tampil didepan kelas untuk menyampaikan gagasan  atau ide mengenai pelajaran yang tengah berlangsung. Kurikulum ini menuai banyak kontroversi dari kalangan pendidik dan khususnya murid sebagai penerima pendidikan. Mulai dari keluhan dan ketidaksetujuan para murid atas diberlakukannya kebijakan yang dianggap terlalu menyita waktu mereka untuk bersekolah. Contohnya, tugas dari guru yang selalu diberikan setiap hari, pulang sekolah terlalu sore, dan peraturan bahwa hari sabtu masuk sekolah. Kondisi ini sangat menyita otak murid tanpa memberikan ruang sediki tpun untuk untuk beristirahat. Pada akhirnya, murid terpaksa harus menghadapi kendala dalam mengatur waktu belajar, waktu bermain dan waktu istirahat mereka. Para pendidikpun mengeluhkan kurangnya sosialisasi mengenai kurikulum 2013. Dan tidak semua pendidik mendapatkan penataran/diklat mengenai kebijakan kurikulum 2013. Akibatnya, terjadi masalah demi masalah yang mencoreng nama pendidikan di Indonesia.



Dalam kurikulum ini terdapa beberapa standar yaitu:
1.      Standar Proses
1)      Pada kurikulum 2013 dalam proses belajar mengajar nantinya yang lebih dominan adalah afektif, psikomotor, baru kognitif. Artinya siswa dalam proses  lebih  menonjolkan afektif dan psikomotornya.
2)      Kurikulum 2013 sangat menekankan penyeimbangan antara aspek kognitif  
       (intelektual), psikomotorik (gerak) dan  afektif (sikap).
3)      Pembelajaran lebih mengaktifkan siswa
4)      Mengganti sistim penjurusan dengan sistim peminatan tingkat SMA
5)      Mengatasi Fenomena Nilai Hasil menyontek
6)      Perubahan buku teks siswa
7)      Standar Proses kurikulum 2013 meliputi kegiatan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta.
8)      Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di  lingkungan sekolah dan masyarakat
9)      Guru bukan satu-satunya sumber belajar.
10)  Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan

2.      Standar Kompetensi Lulusan Kurikulum 2013
SKL  (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang bebentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013. Dalam peraturan tersebut antara lain dikemukakan bahwa:
1)      Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2)      Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
3)      Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
4)      Adapun Kompetensi Lulusan untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat  dilihat dalam tabel berikut ini:
Dimensi
Lulusan
Kualifikasi Kemampuan
Sikap
SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
Pengetahuan

SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata.
SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.
Keterampilan
SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.
SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain sejenis.
SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai
pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

3.      Standar Penilaian
Standar Penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.


C.    KURIKULUM JEPANG
Kualitas pendidikan di Jepang memang tak perlu dipertanyakan lagi, jika melihat berhasilnya Jepang untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah kurikulum pendidikan di negara tersebut. Tak hanya di Indonesia yang gemar ganti kurikulum pendidikan, negara maju seperti Jepang pun kerap ganti kurikulum. Perubahan tersebut mau tidak mau membawa dampak perubahan permintaan kualifikasi dan kompetensi pendidik di Jepang.
Menurut Ahmad Sentosa dalam artikel berjudul Kurikulum dan Kompetensi Guru di Jepang, Ia menjelaskan untuk level pendidikan taman kanak-kanak (TK), di Jepang lebih cenderung merupakan lembaga pengembangan dan pelatihan kebiasaan sehari-hari. Karena itu pendidikan di level TK bukanlah pengajaran, tatapi lebih tepat disebut pendidikan.

http://web.unair.ac.id/admin/file/f_2988_a.jpg

Sedangkan untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), sifat dan karakteristik kurikulum di Jepang hampir sama dengan kurikulum SD di Indonesia.Hanya yang membedakan adalah pada mata pelajaran kebiasaan hidup yang umumnya diajarkan di kelas 1 dan 2. Tujuan utama diajarkan mata pelajaran ini adalah untuk mengenalkan dan membiasakan anak-anak pada pola hidup mandiri. Daripada mengajarkan mata pelajaran IPA dan IPS, Jepang lebih memilih memperkenalkan tata cara kehidupan sehari-hari kepada anak-anak yang baru lulus dari tingkat TK yang lebih memfokuskan kegiatan bermain daripada belajar di dalam kelas.
Pembelajaran utama seperti bahasa Jepang dan berhitung mempunyai porsi yang lebih dibanding pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran moral diajarkan tidak secara khusus dalam mata pelajaran tertentu, tetapi diajarkan oleh wali kelas sejam seminggu atau diintegrasikan melalui pelajaran lain. Dan pendidikan moral sudah termasuk pada pendidikan agama (Kristen, Budha, Shinto). Selain murid disibukkan dengan pendidikan akademik, pendidikan bersifat estetik berupa musik dan menggambar juga diajarkan dalam porsi besar di kelas 1 dan 2. Untuk pendidikan SMP, kurikulum menitik beratkan pada pendidikan bahasa Jepang, matematika, IPA dan IPS. Sedangkan pendidikan bahasa asing seperti Inggris dan Jerman tidak diwajibkan dan hanya bersifat pilhan bagi murid. Pelajaran bahasa Inggris baru dijadikan pelajaran wajib di level SMP pada kurikulum 2002. Adanya mata pelajaran pilihan seperti bahasa Jepang, IPS, matematika, IPA, musik, art, pendidikan jasmani, keterampilan, dan bahasa asing, merupakan pembeda khas antara kurikulum pendidikan SMP di Jepang dan Indonesia. Selain pendidikan utama di Jepang juga dilengkapi dengan pendidikan ekstrakurikuler seperti di Indonesia.
Dibandingkan kurikulum SD dan SMP, kurikulum SMA di Jepang paling sering berubah. Pada tingkat ini sudah diadakan sistem penjurusan seperti di Indonesia. Sifat khas kurikulum SMA adalah kompleksnya pelajaran yang diajarkan. Contohnya pelajaran bahasa Jepang yang mulai dikelompokkan menjadi literatur klasik dan modern. Penjurusan dilakukan di kelas 3, jurusan yang ada meliputi IPA dan budaya/sosial. tetapi seiring berjalannya waktu penjurusan mengalami perkembangan karena banyaknya lulusan SMA yang memilih akademi yang terkait dengan teknik, pertanian, perikanan, kesejahteraan masyarakat, dan lain lain.
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_2988_b.jpg

Bukan hanya di Indonesia saja banyak pro dan kontra tentang kurikulum pendidikan, di jepang pun kurikulum dilakukan secara top down, bukan bottom up. Karenanya banyak yang tidak dapat diterapkan di sekolah secara optimal. Dan pada akhirnya mendapat protes keras dari para guru. Di Jepang memperlakukan kegiatan belajar di luar secara berkala, mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lahan pertanian atau perkebunan untuk belajar memetik teh, jeruk dan menggali umbi-umbian, bahkan sampai belajar menanam padi di sawah. Di lain waktu, siswa secara berkelompok diajarkan cara menumpang kereta (densha) untuk melatih kemandirian, selain itu diselingi kegiatan wawancara dengan berbagai narasumber kemudian menjadi bahan untuk presentasi di depan kelas.
Sepertinya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tidak hanya bergantung pada sistem pendidikan itu sendiri, tapi setiap sistem dan orang di dalamnya seperti guru dan para pelajar pun harus ikut mendukung untuk mencapai visi dan misi yang sama. Jadi, Jepang dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pun tidak semata-mata dengan hasil instan tapi dengan proses yang hampir sama dengan negara maju lain pada umumnya. Karena seperti yang dikatakan sebelumya proses kurikulum di Jepang pun tidak lepas dari kata bongkar pasang, tapi dengan loyalitas para pengajar dan tingkat kedisiplinan pelajar akhirnya dapat menciptakan banyak SDM berkualitas.


SUMBER

Efa blog’s. 2012. Perbendaan sistem pendidikan di Indonesia dan Amerika. DKI Jakarta.
            (diakses pada tanggal 2 januari 2015)




PERBEDAAN KURIKULUM KTSP DAN KURIKULUM K-13




A.    Pengertian Kurikulum
Secara konseptual, kurikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Kurikulum harus menjamin pemberdayaan siswa pada semua aspek kompetensi, yang memungkinkan siswa siap menjadi warga masyarakat yang bermutu.  Oleh pihak sekolah, pemberdayaan siswa dilakukan dengan segala cara, menata proses pembelajaran sesuai situasi dan lingkungannya. Pikiran ini sebenarnya telah diakomodir oleh KTSP selama ini.
Kurikulum diinterpretasikan untuk ‘mengorganisasikan’ semua pelajaran, aktivitas, dan pengalaman siswa di bawah arahan pihak sekolah, entah di dalam kelas atau di luar kelas. Di sini, guru memiliki peran sangat vital dalam menata proses pembelajaran.

B.     Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Bab 1 Pasal 1 Ayat (15) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah “Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Kurikulum tersebut telah diberlakukan secara berangsung-angsur mulai tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Berdasarkan definisi tersebut, maka pihak sekolah diberikan kewenangan penuh untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum. Implementasi KTSP menuntut kemampuan sekolah dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah lebih mengetahui tentang kondisi satuan pendidikannya.
1.      Standar Proses KTSP
Standar Proses KTSP diatur dalam Permendiknas No 41 Tahun  2007. Pada KTSP proses pembelajaran yang lebih dominan adalah aspek kognitif, psikomotor, dan afektif,
1)      Umumnya pembelajaran hanya berorientasi pada penguasaan konsep ilmu dan dominan dilakukan di dalam kelas
Dalam KTSP 2006, proses pembelajaran tidak disertai tagihan penilaian secara tegas  
dan  simultan antara aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penilaian lebih ditekankan pada aspek pengetahuan saja. Penilaian lebih ditekankan pada aspek pengetahuan saja. Guru menganggap siswa telah mencapai standar kompetensi manakala siswa tersebut mendapat nilai bagus dalam bentuk tes tertulis.
2)      Pembelajaran cenderung berpusat pada guru
Tekanan psikologis seorang guru yang telah diberi tugas membawahi suatu mata pelajaran, jelas tidak ingin ketinggalan materi matapelajarannya. Situasi ini membuat ia lebih mementingkan pencapaian target ketuntasan materi daripada pembentukan keterampilan dan sikap pada siswa. Di sinilah muncul desain pembelajaran yang lebih didominasi guru.
3)      Proses belajar dengan sistem penjurusan di tingkat SMA/SMK
KTSP 2006 menggunakan sistem penjurusan. Ini berarti, siswa diharuskan mempelajari beberapa mata pelajaran yang telah dikemas pada suatu jurusan. Entah siswa berminat atau tidak berminat, ia tetap mempelajari semua bidang studi yang ada.
4)      Proses evaluasi terjadi fenomena menyontek
Proses (pelaksanaan) evaluasi pada tengah atau akhir semester oleh pihak sekolah, umumnya tidak disertai pengawasan ketat seperti pelakasaan UN. Pelaksanaan UN sendiri rawan kebocoran soal. Karena proses evaluasi pembelajaran lebih dominan dilakukan dengan tes, maka besar kemungkinan nilai perolehan siswa tidak menunjukkan kemampuan dirinya. Sebab, dalam menjalankan tes tertulis, bisa terjadi siswa melakukan tindakan penyontekan. Penyontekan bisa terjadi entah dengan melihat pekerjaan teman, maupun dengan mendapat bocoran soal tes.
5)      Pembelajaran yang berorientasi pada buku teks
Pada KTSP 2006, SK/KD diturunkan dari mata pelajaran. Mata pelajaran memuat pokok-pokok bahasan tertentu yang disusun dalam suatu buku teks siswa/buku pelajaran. Tiap pokok bahasan dijabarkan KD yang harus dicapai siswa, dan sudah dikemas dalam satu buku pelajaran, Maka resiko pembelajaran dilakukan untuk mengejar target materi/pokok bahasan yang telah disusun tersebut.
6)      Buku teks hanya memuat materi bahasan
Pada KTSP 2006, buku teks sebagai sumber belajar berupa hanya memuat materi bahasan. Bukut teks tidak disertai dengan proses (metode) pembelajaran dan sistem penilaian.
7)      Standar Proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan
Konfirmasi.
8)      Jumlah jam pelajaran per minggu lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak.

2.      Standar Kompetensi Lulusan
Didalam Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  Republik  Indonesia Nomor 23  Tahun 2006, berbunyi:
Ayat: (1) Standar  Kompetensi  Lulusan  untuk  satuan  pendidikan  dasar  dan menengah
digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
(2) Standar  Kompetensi  Lulusan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)   meliputi standar  kompetensi  lulusan  minimal  satuan  pendidikan  dasar  dan  menengah, standar  kompetensi  lulusan  minimal  kelompok  mata  pelajaran,  dan  standar kompetensi lulusan  minimal mata pelajaran.
(3) Standar Kompetensi Lulusan  Satuan Pendidikan (SKL-SP) meliputi:
    1. SD/MI/SDLB/Paket A;
    2. SMP/MTs./SMPLB/Paket B;
    3. SMA/MA/SMALB/Paket C;
    4. SMK/MAK.

3.      Standar Penilaian lebih dominan pada aspek pengetahuan.

4.      Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
a.       Kelebihan KTSP
1)      Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum dimasa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal.
2)      Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
3)      KTSP sangat memungkinkan bagisetiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris, sebagai keterampilan hidup.
4)      KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
5)      KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
6)      Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih, dan pengembang kurikulum.
7)      Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa, dan kondisi daerahnya masing-masing.
8)      Menggunakan pendekatan  kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar.
9)      Standar kompetensi yangmemperhatikan kemampuan individu, baik kemampuan, kecakapan belajar, maupun konteks sosial budaya.
10)  Berbasis kompetensi sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
11)  Pengembangan kurikulum dilaksanakan secara desentralisasi (pada satuan tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
12)  Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat disekitar sekolah.
13)  Guru  sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar siswa.
14)  Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
15)  Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
16)  Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
17)  Menggunakan berbagai sumber belajar.
18)  Kegiatan belajar lebih bervariasi, dinamis, dan menyenangkan.
b.      Kekurangan KTSP
1)      Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada serta minimnya kualitas guru dan sekolah.
2)      Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
3)      Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsep, penyusunannya, maupun prakteknya di lapangan.
4)      Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untuk mendapatkan tunjangan profesi.

C.    Kurikulum 2013
            Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang sedang dalam tahap perencanaan dan saat ini sedang dalam proses pelaksanaan  oleh pemerintah, karena ini merupakan perubahan dari struktur kurikulum KTSP. Perubahan ini dilakukan karena banyaknnya masalah dan salah satu upaya untuk memperbaiki kurikulum yang kurang tepat. Kurikulum 2013 yang akan dijalankan secara terbatas mulai Juli 2013 yaitu berkaitan dengan perencanaan pembelajaran. Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan.

1.      Standar Proses
1)      Pada kurikulum 2013 dalam proses belajar mengajar nantinya yang lebih dominan adalah afektif, psikomotor, baru kognitif. Artinya siswa dalam proses  lebih  menonjolkan afektif dan psikomotornya.
2)      Kurikulum 2013 sangat menekankan penyeimbangan antara aspek kognitif  
       (intelektual), psikomotorik (gerak) dan  afektif (sikap).
3)      Pembelajaran lebih mengaktifkan siswa
4)      Mengganti sistim penjurusan dengan sistim peminatan tingkat SMA
5)      Mengatasi Fenomena Nilai Hasil menyontek
6)      Perubahan buku teks siswa
7)      Standar Proses kurikulum 2013 meliputi kegiatan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta.
8)      Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di  lingkungan sekolah dan masyarakat
9)      Guru bukan satu-satunya sumber belajar.
10)  Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan

2.      Standar Kompetensi Lulusan Kurikulum 2013
SKL  (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang bebentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013. Dalam peraturan tersebut antara lain dikemukakan bahwa:
1)      Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2)      Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
3)      Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
4)      Adapun Kompetensi Lulusan untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat  dilihat dalam tabel berikut ini:
Dimensi
Lulusan
Kualifikasi Kemampuan
Sikap
SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
Pengetahuan
SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata.
SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.
Keterampilan
SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.
SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari disekolah dan sumber lain sejenis.
SMA/MA/SMK/MAK/SMALB/Paket C
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai
pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

3.      Standar Penilaian
Standar Penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
4.      Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013
1)      Kelebihan Kurikulum 2013
a.       Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif,
pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua program studi.
b.      Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau
kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka.
c.       Merangsang pendidikan siswa dari awal, misalnya melalui jenjang  pendidikan
anak usia dini.
d.      Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya 
melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan
kecakapan profesionalisme secara terus menerus.
2)      Kekurangan 2013
a.       Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
b.      Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan.
c.       Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu pelajaran-pelajaran tersebut berbeda.







DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, sudrajat. Permendikbud No 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan (Online) (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/06/23/permendikbud-no-54-tahun-2013-tentang-standar-kompetensi-lulusan/, diakses 19 Oktober 2014).

Revy, reza. Perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP 2006 (Online), (http://revyareza.wordpress.com/2013/11/01/perbedaan-kurikulum-2013-dan-ktsp-2006/, diakses 18 Oktober 2014).

Sunardin. Ringkasan Pasal-pasal Permendiknas (Online), (http://sunardin-my.blogspot.com/2013/05/ringkasan-pasal-pasal-permendiknas-no.html, diakses 19 Oktober 2014).

Diberdayakan oleh Blogger.

Berapakah jumlah pemain sepak bola dalam satu tim?

Translate

Cari Blog Ini

 

© 2013 IKATAN PELAJAR SANTAI. All rights resevered. Designed by Templateism | Blogger Templates

Back To Top